Dalam beberapa dekade terakhir
ini, banyak sekali perbuatan-perbuatan pemalsuan (forgery) terhadap surat-surat
dan dokumen-dokumen yang berkaitan dengan bisnis. Perbuatan-perbuatan pemalsuan
surat itu telah merusak iklim bisnis di Indonesia. Dalam KUH Pidana memang
telah terdapat Bab khusus yaitu Bab XII yang mengkriminalisasi
perbuatan-perbuatan pemalsuan surat, tetapi ketentuan-ketentuan tersebut
sifatnya masih sangat umum. Pada saat ini surat-surat dan dokumen-dokumen
yang dipalsukan itu dapat berupa electronic document yang dikirimkan atau yang
disimpan di electronic files badan-badan atau institusi-institusi pemerintah,
perusahaan, atau perorangan. Seyogyanya Indonesia memiliki ketentuan-ketentuan
pidana khusus yang berkenaan dengan pemalsuan surat atau dokumen dengan
membeda-bedakan jenis surat atau dokumen pemalsuan, yang merupakan lex
specialist di luar KUH Pidana.
Di Indonesia pernah terjadi kasus
cybercrime yang berkaitan dengan kejahatan bisnis, tahun 2000 beberapa situs
atau web Indonesia diacak-acak oleh cracker yang menamakan dirinya Fabianclone dan
naisenodni. Situs tersebut adalah antara lain milik BCA, Bursa Efek Jakarta dan
Indosatnet (Agus Raharjo, 2002.37).
Selanjutnya pada bulan September
dan Oktober 2000, seorang craker dengan julukan fabianclone berhasil
menjebol web milik Bank Bali. Bank ini memberikan layanan internet banking pada
nasabahnya. Kerugian yang ditimbulkan sangat besar dan mengakibatkan
terputusnya layanan nasabah (Agus Raharjo 2002:38).
Kejahatan lainnya yang
dikategorikan sebagai cybercrime dalam kejahatan bisnis adalah Cyber
Fraud, yaitu kejahatan yang dilakukan dengan melakukan penipuan lewat
internet, salah satu diantaranya adalah dengan melakukan kejahatan terlebih
dahulu yaitu mencuri nomor kartu kredit orang lain denganmeng-hack atau
membobol situs pada internet.
Menurut
riset yang dilakukan perusahaan Security Clear Commerce yang berbasis di Texas,
menyatakan Indonesia berada di urutan kedua setelah Ukraina (Shintia Dian
Arwida. 2002).
Cyber
Squalling, yang dapat diartikan sebagai mendapatkan, memperjualbelikan, atau
menggunakan suatu nama domain dengan itikad tidak baik atau jelek. Di Indonesia
kasus ini pernah terjadi antara PT. Mustika Ratu dan Tjandra, pihak yang
mendaftarkan nama domain tersebut (Iman Sjahputra, 2002:151-152).
Satu
lagi kasus yang berkaitan dengan cybercrime di Indonesia, kasus tersebut
diputus di Pengadilan Negeri Sleman dengan Terdakwa Petrus Pangkur alias Bonny
Diobok Obok. Dalam kasus tersebut, terdakwa didakwa melakukan Cybercrime. Dalam
amar putusannya Majelis Hakim berkeyakinan bahwa Petrus Pangkur alias Bonny
Diobok Obok telah membobol kartu kredit milik warga Amerika Serikat, hasil
kejahatannya digunakan untuk membeli barang-barang seperti helm dan sarung
tangan merk AGV. Total harga barang yang dibelinya mencapai Rp. 4.000.000,-
(Pikiran Rakyat, 31 Agustus 2002).
Namun,
beberapa contoh kasus yang berkaitan dengan cybercrime dalam kejahatan bisnis
jarang yang sampai ke meja hijau, hal ini dikarenakan masih terjadi perdebatan
tentang regulasi yang berkaitan dengan kejahatan tersebut. Terlebih mengenai UU
No. 11 Tahun 2008 Tentang Internet dan Transaksi Elektronika yang sampai dengan
hari ini walaupun telah disahkan pada tanggal 21 April 2008 belum dikeluarkan
Peraturan Pemerintah untuk sebagai penjelasan dan pelengkap terhadap
pelaksanaan Undang-Undang tersebut.
Disamping
itu banyaknya kejadian tersebut tidak dilaporkan oleh masyarakat kepada pihak
kepolisian sehingga cybercrime yang terjadi hanya ibarat angin lalu, dan
diderita oleh sang korban.
Upaya
penanggulangan kejahatan e-commerce sekarang ini memang harus diprioritaskan.
Indonesia harus mengantisipasi lebih berkembangnya kejahatan teknologi ini
dengan sebuah payung hukum yang mempunyai suatu kepastian hukum. Urgensi
cyberlaw bagi Indonesia diharuskan untuk meletakkan dasar legal dan kultur bagi
masyarakat indonesia untuk masuk dan menjadi pelaku dalam pergaulan masyarakat
yang memanfaatkan kecanggihan dibidang teknologi informasi.
Adanya hukum siber (cyberlaw)
akan membantu pelaku bisnis dan auditor untuk melaksanakan tugasnya. Cyberlaw memberikan
rambu-rambu bagi para pengguna internet. Pengguna internet dapat menggunakan
internet dengan bebas ketika tidak ada peraturan yang mengikat dan “memaksa”.
Namun, adanya peraturan atau hukum yang jelas akan membatasi pengguna agar
tidak melakukan tindak kejahatan dan kecurangan dengan menggunakan internet.
Bagi auditor, selain menggunakan standar baku dalam mengaudit sistem informasi,
hukum yang jelas dan tegas dapat meminimalisasi adanya tindak kejahatan dan
kecurangan sehingga memberikan kemudahan bagi auditor untuk melacak tindak
kejahatan tersebut. Adanya jaminan keamanan yang diberikan akan menumbuhkan
kepercayaan di mata masyarakat pengguna sehingga diharapkan pelaksanaan e-commerce khususnya
di Indonesia dapat berjalan dengan baik.
Kasus-kasus
cybercrime dalam bidang e-commerce sebenarnya banyak sekali terjadi, namun
ditengah keterbatasan teknologi dan sumber daya manusia aparat hukum dibidang
penyelidikan dan penyidikan, banyak kasus-kasus yang tidak terselesaikan bahkan
tidak sempat dilaporkan oleh korban, sehingga sangat dibutuhkan sekali
kesigapan sistem peradilan kita untuk menghadapi semakin cepatnya perkembangan
kejahatan dewasa ini khususnya dalam dunia cyber.
Untuk
mencapai suatu kepastian hukum, terutama dibidang penanggulangan kejahatan
e-commerce, maka dibutuhkan suatu undang-undang atau peraturan khusus mengenai
cybercrime sehingga mengatur dengan jelas bagaimana dari mulai proses
penyelidikan, penyidikan sampai dengan persidangan.
Diharapkan aparat penegak hukum di Indonesia lebih memahami dan
“mempersenjatai” diri dengan kemamampuan penyesuaian dalam globalisasi
perkembangan teknologi ini sehingga secanggih apapun kejahatan yang dilakukan,
maka aparat penegak hukum akan dengan mudah untuk menanggulanginya dan juga
tidak akan terjadi perbedaan persepsi mengenai penerapan suatu undang-undang
ataupun peraturan yang telah ada, dan dapat tercapainya suatu kepastian hukum
di tengah-tengah masyarakat Indonesia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar